Dalam setiap pertempuran selalu ada yang menang dan selalu ada yang
kalah, dan masing-masing didalamnya tersimpan makna. Makna yang hanya
bisa diterima dan dimaknai oleh yang mengalami. Si Kalah akan menerima
makna dan memaknai kekalahannya, dan Si Menang akan menerima makna dan
memaknai kemenangannya. Namun, dalam beberapa kejadian, atau banyak
sekali kejadian, seringkali Si Menang tidak hanya memaknai
kemenangannya, tetapi juga akan memaknai kekalahan Si Kalah dan demikian
pula sebaliknya--saya namakan ini
pemaknaan silang. Fenomena pemaknaan silang ini, menurut saya, adalah
sebuah kekeliruan yang besar, karena memaknai sesuatu yang tidak kita
alami akan menggiring kita pada sesat makna, seperti kita menilai sebuah
pensil dari pengalaman kita melihat sebuah ballpoint
atau buku gambar. Dalam konteks kejadian, kita memaknai makan setelah
kita buang air (contoh-contoh ini sebenarnya juga menyesatkan).
Kembali ke Si Menang (SM) dan Si Kalah (SK). Ketika SM memaknai
peristiwa yang dialami SK, akan memicu pemaknaan dimana SK akan menilai
kekalahan SM dari kemenangannya. Dengan kata lain, akan muncul
penafsiran seperti, "dia kalah karena dia lalai untuk...", "dia kalah
karena dulu dia...", dan yang paling populer sekarang adalah "dia gagal
karena dia mewakili golongan tertentu". Dengan kata lain pemaknaan yang
dilakukan adalah perbandingan atas keberhasilannya, atau apa yang kita
lakukan dan dia yang tidak lakukan. Coba
cermati, penafsiran pertama sebenarnya pembanding atas dengan, "kita
menang karena kita berhasil untuk...", kedua sebenarnya "kita menang
karena kita dulu...", dan terakhir "kita menang karena kita tidak
mewakili golongan terntentu". Pemaknaan sesat ini berlaku pula
sebaliknya.
Agar tulisan ini lebih bisa dimengerti, mari kita arahkan denganbeberapa pertanyaan berikut,
pertama, mengapa pemaknaan silang bisa memicu sesat makna?
Pemaknaan silang bisa memicu sesat makna karena pertimbangan yang
dilakukan untuk memaknai sebuah kejadian hanya dilakukan dari satu sisi,
mengapa? karena sisi yang lain belum pernah dialami. Sangat tidak
mungkin kita mempertimbangkan membeli jeruk jika kita tidak pernah
melihat dan mengetahui jeruk. Dalam kasus menang dan kalah, SM tidak
pernah mengalami kondisi yang dialami SK. Mungkin memang, kasus menang
kalah memang sering terjadi, tetapi keadaan dimana kita menang dan kalah
tidak pernah sama. Jadi sangat mustahil untuk secara penuh mengetahui
mengapa dia menang dan mengapa dia kalah di suatu waktu.
Kedua, bagaimana pemaknaan seharusnya dilakukan?
Pemaknaan seharusny dilakukan berdasarkan kejadian yang sudah dialami
oleh diri sendiri. Dengan kata lain, sebelum melakukan pemaknaan
terhadap orang lain yang harus dipertimbangkan lebih dahulu apakah kita
pernah mengalami kejadian tersebut dalam keadaan yang sama persis dengan
keadaan yang dialami oleh orang itu. Jika kembali dengan kejadian
menang dan kalah, apakah SM sebelumnya pernah mengalami kekalahan dengan
posisi seperti SK saat dia kalah saat ini. Jika belum, jauhi pemaknaan
atasnya.
Ketiga, apakah ini berarti pemaknaan atas orang lain dan kejadian yang dia alami tidak boleh dilakukan?
Tidak, pemaknaan atas orang lain dan kejadian atasnya boleh dilakukan,
tapi tetap pertimbangkan apakah pemaknaan yang akan (atau sudah)
dilakukan telah mempertimbangkan sisi lain, atau telah memenuhi jawaban
dari pertanyaan kedua. Jika tidak, alangkah lebih baik tidak dilakukan.
Dari semua penjabaran diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pemaknaan
silang itu jelek. Dan berbagai istilah yang saya perkenalkan diatas
hanya untuk kejadian SM dan SK. untuk kejadian lain belum saya coba dan
pikirkan. Jika anda ingin melakukannya, silahkan.
sumber : http://rijensaakbar.blogspot.com
Jumat, 18 April 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar