Jumat, 18 April 2014

Memaknai Kemenangan dan Kekalahan

Dalam setiap pertempuran selalu ada yang menang dan selalu ada yang kalah, dan masing-masing didalamnya tersimpan makna. Makna yang hanya bisa diterima dan dimaknai oleh yang mengalami. Si Kalah akan menerima makna dan memaknai kekalahannya, dan Si Menang akan menerima makna dan memaknai kemenangannya. Namun, dalam beberapa kejadian, atau banyak sekali kejadian, seringkali Si Menang tidak hanya memaknai kemenangannya, tetapi juga akan memaknai kekalahan Si Kalah dan demikian pula sebaliknya--saya namakan ini pemaknaan silang. Fenomena pemaknaan silang ini, menurut saya, adalah sebuah kekeliruan yang besar, karena memaknai sesuatu yang tidak kita alami akan menggiring kita pada sesat makna, seperti kita menilai sebuah pensil dari pengalaman kita melihat sebuah ballpoint atau buku gambar. Dalam konteks kejadian, kita memaknai makan setelah kita buang air (contoh-contoh ini sebenarnya juga menyesatkan).

Kembali ke Si Menang (SM) dan Si Kalah (SK). Ketika SM memaknai peristiwa yang dialami SK, akan memicu pemaknaan dimana SK akan menilai kekalahan SM dari kemenangannya. Dengan kata lain, akan muncul penafsiran seperti, "dia kalah karena dia lalai untuk...", "dia kalah karena dulu dia...", dan yang paling populer sekarang adalah "dia gagal karena dia mewakili golongan tertentu". Dengan kata lain pemaknaan yang dilakukan adalah perbandingan atas keberhasilannya, atau apa yang kita lakukan dan dia yang tidak lakukan. Coba cermati, penafsiran pertama sebenarnya pembanding atas dengan, "kita menang karena kita berhasil untuk...", kedua sebenarnya "kita menang karena kita dulu...", dan terakhir "kita menang karena kita tidak mewakili golongan terntentu". Pemaknaan sesat ini berlaku pula sebaliknya.

Agar tulisan ini lebih bisa dimengerti, mari kita arahkan denganbeberapa  pertanyaan berikut,
pertama, mengapa pemaknaan silang bisa memicu sesat makna?

Pemaknaan silang bisa memicu sesat makna karena pertimbangan yang dilakukan untuk memaknai sebuah kejadian hanya dilakukan dari satu sisi, mengapa? karena sisi yang lain belum pernah dialami. Sangat tidak mungkin kita mempertimbangkan membeli jeruk jika kita tidak pernah melihat dan mengetahui jeruk. Dalam kasus menang dan kalah, SM tidak pernah mengalami kondisi yang dialami SK. Mungkin memang, kasus menang kalah memang sering terjadi, tetapi keadaan dimana kita menang dan kalah tidak pernah sama.  Jadi sangat mustahil untuk secara penuh mengetahui mengapa dia menang dan mengapa dia kalah di suatu waktu.

Kedua, bagaimana pemaknaan seharusnya dilakukan?

Pemaknaan seharusny dilakukan berdasarkan kejadian yang sudah dialami oleh diri sendiri. Dengan kata lain, sebelum melakukan pemaknaan terhadap orang lain yang harus dipertimbangkan lebih dahulu apakah kita pernah mengalami kejadian tersebut dalam keadaan yang sama persis dengan keadaan yang dialami oleh orang itu. Jika kembali dengan kejadian menang dan kalah, apakah SM sebelumnya pernah mengalami kekalahan dengan posisi seperti SK saat dia kalah saat ini. Jika belum, jauhi pemaknaan atasnya.

Ketiga, apakah ini berarti pemaknaan atas orang lain dan kejadian yang dia alami tidak boleh dilakukan?

Tidak, pemaknaan atas orang lain dan kejadian atasnya boleh dilakukan, tapi tetap pertimbangkan apakah pemaknaan yang akan (atau sudah) dilakukan telah mempertimbangkan sisi lain, atau telah memenuhi jawaban dari pertanyaan kedua. Jika tidak, alangkah lebih baik tidak dilakukan.

Dari semua penjabaran diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pemaknaan silang itu jelek. Dan berbagai istilah yang saya perkenalkan diatas hanya untuk kejadian SM dan SK. untuk kejadian lain belum saya coba dan pikirkan. Jika anda ingin melakukannya, silahkan.

sumber : http://rijensaakbar.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar